I
Durhaka Terhadap
Orang Tua
A.
Pengertian Durhaka
Durhaka kepada orang tua adalah
berbuat buruk kepada mereka dan menyia-nyiakan hak mereka. Secara bahasa, kata al
-‘uquuq (durhaka) berasal dari kata al-‘aqqu yang berarti al-qath’u
(memutus, merobek,
memotong, membelah). Adapun menurut syara’ adalah setiap perbuatan atau ucapan anak yang menyakiti
kedua orang tuanya.
‘Uquuqul walidain (durhaka
kepada orang tua) adalah dosa besar. Yang dimaksud dengan al-’uquuq (durhaka) adalah mematahkan “tongkat” ketaatan dan “memotong” (memutus)
tali hubungan antara seorang anak dengan orang tuanya. Jadi, yang dimaksud
dengan perbuatan durhaka kepada kedua orang tua adalah mematahkan “tongkat”
ketaatan kepada keduanya, memutuskan tali hubungan yang terjalin antara orang
tua dengan anaknya, meninggalkan sesuatu yang disukai keduanya, dan tidak
menaati apa yang diperintahkan atau diminta oleh mereka berdua. Sebesar apa pun
ibadah yang dilakukan oleh seseorang hamba, itu semua tidak akan mendatangkan
manfaat baginya jika masih diiringi perbuatan durhaka kepada kedua orang
tuanya. Sebab, Allah swt. menggantung semua ibadah itu sampai kedua orang
tuanya ridha. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa dia berkata, “Tidaklah
seorang muslim memiliki dua orang tua muslim, (kemudian) dia berbakti kepada
keduanya karena mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan membukakan dua
pintu untuknya –maksudnya adalah pintu surga–. Jika dia hanya berbakti kepada
satu orang tua (saja), maka (pintu yang dibukakan untuknya) pun hanya satu.
Jika salah satu dari keduanya marah, maka Allah tidak akan meridhai sang anak
sampai orang tuanya itu meridhainya.” Ditanyakan kepada Ibnu ‘Abbas, “Sekalipun
keduanya telah menzaliminya?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Sekalipun keduanya telah
menzaliminya.” Oleh karena itu ketika ada seseorang yang memaparkan kepada
Rasulullah saw. tentang perbuatan-perbuatan ketaatan (perbuatan-perbuatan baik)
yang telah dilakukannya, maka Rasulullah saw. pun memberikan jawaban yang sempurna
yang dikaitkan dengan satu syarat, yaitu jika orang itu tidak durhaka kepada
kedua orang tuanya.
Diriwayatkan dari ‘Amr bin
Murah Al-Juhani r.a. bahwa dia berkata, “Seorang lelaki pernah mendatangi Nabi
saw. kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah bersaksi bahwa tidak ada
tuhan (yang haq), kecuali Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah. Aku
(juga) telah melaksanakan shalat lima (waktu), menunaikan zakat dari hartaku,
dan berpuasa pada bulan Ramadhan.’ Nabi menjawab, ‘Barangsiapa yang meninggal
dalam keadaan (seperti) ini, maka dia akan bersama para nabi, shiddiqiin, dan
syuhada pada hari Kiamat nanti seperti ini –beliau memberi isyarat dengan dua
jarinya (jari telunjuk dan jari tengah)—sepanjang dia tidak durhaka kepada
kedua orang tuanya.’”
Diantara
bentuk durhaka adalah :
B. Hadits
dan Al-Quran yang mencakup tentang durhaka kepada kedua orang tua
Durhaka
kepada kedua orang tua adalah haram dan termasuk dosa besar. Allah Swt,
berfirman:
وقضى ربك الاّ تعبدوا إلا إياه
وبالوالدين إحساناً إما يبلغنّ عندك الكبر أحدهما او كلاهم فلا تقل لهما أف ولا
تنهرهما وقل لهما قولا كريماً(الإسراء:23)
Artinya:dan Tuhanmu menghendaki supaya kamu
tidak menyembah keculai kepada-Nya dan berbakti kepada kedua orang tua, jika
salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya, sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaannmu, maka
sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan
yang mulia.( QS. Al-Isro [17]: 23)
Diriwayatkan dari Abdurohman bin Abi Bakkah, dari
ayahnya, dia
berkata: “Rasulullah saw bersabda:
Artinya:“Maukah kalian (jika) aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Kami (para sahabat ) menjawab:
‘Mau, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: ‘Menyekutukan (sesuatu) dengan Allah dan durhaka kepada kedua
orang tua.” Saat itu beliau bersandar, lalu beliau duduk, kemudian bersabda:
“Ketahuilah (juga) sumpah palsu dan kesaksian palsu. “Ketahuilah (juga) sumpah
palsu dan kesaksian palsu.” Beliau terus mengulang-ngulang perkataan itu,
sehingga aku berkata: “Beliau tidak mau diam.” (Shahih Bukhori, juz 187, hlm. 372, Hadits No. 5519)
II
Macam-Macam Durhaka Terhadap Orang
Tua
A. Macam-Macam Durhaka Terhadap Orang Tua
1. Berkata ‘ah’
dan tidak memenuhi panggilan orang tua.
Allah berfirman, "Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia". (QS.al-Isra': 23).
Allah
berfirman, "Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya:
"Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa
aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat
sebelumku?". (QS. Al-Ahqaf: 17).
2.
Memaki kedua
orang tua atau menyebabkan dicelanya kedua orang tua.
عن عبدالله ابن عمرو بن العاص أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال من
الكبائر
شتم الرجل و
الديه قالوا يا رسول الله وهل يشتم الرجل والديه ؟ قال نعم يسب أبا
الرجل فيسب أباه ويسب أمه فيسب أمه
Dari Abdullah bin 'Amr bahwasanya Rasulullah berkata,
"Termasuk dosa besar seseorang memaki kedua orang tuanya". Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah seseorang memaki kedua orang
tuanya?". Rasulullah menjawab, "Ya, dia memaki bapak orang lain
sehingga orang lain tersebut memaki bapaknya. Dia memaki
ibu orang lain sehingga orang tersebut memaki ibunya".[9]
3.
Menentang perintah keduanya dan tidak mentaatinya.
Aku berkata, Dalam hadits ini banyak faedah yang berharga dan keunikan yang
langka, panjang untuk menjelaskannya namun yang terpenting bagi kita di
antaranya adalah betapa besarnya (masalah) berbakti kepada orang tua secara
khusus terhadap ibu. Dan bahwasanya tidak diperkenankan bermaksiat terhadap
kedua orang tua dalam perkara baik dan shalih. Dalam hadits tersebut juga ada
terkabulnya doa orang tua sebagaimana datang dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan selainnya dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda:
ثلاث دعوات مستجابات لا شك فيهن: دعوة
الوالد على ولده ودعوة المسافر ودعوة المظلوم.
"Tiga doa
yang terkabulkan tidak diragukan lagi: doa orang tua terhadap anaknya, doa
orang yang safar dan doa orang yang terdhalimi".
Hadits ini
dihasankan oleh Imam al-Albani di dalam Shahih al-Jami': 3033. dalam hadits
tersebut bisa diambil faedah, apabila ada permasalahan yang saling bertentangan
maka didahulukan yang paling penting dan paling wajib, karena Juraij
mendahulukan shalat sunat atas mendatangi panggilan ibunya. Wallahu a'lam.
4.
Bernasab kepada
selain bapaknya dan berlepas diri darinya.
Dari Sa'd dari bapaknya yaitu
Ibrahim, Abdurrahman bin 'Auf berkata kepada Shuhaib, "Bertakwalah kepada
Allah dan janganlah kamu bernasab kepada selain bapakmu". Shuhaib berkata,
"Tidak menggembirakanku bila aku memiliki ini dan itu dan aku mengucapkan
hal itu. Akan tetapi aku dicuri ketika aku masih kecil".[13]
Ini adalah sejauh-jauhnya
tingkatan durhaka dia berlepas diri dari bapaknya dan bernasab kepada selain
bapaknya padahal dia mengetahuinya. Mungkin karena meninggalkan nasab yang
rendah atau mengharapkan nasab yang tinggi atau takut untuk mengakui nasabnya
atau mendekatkan diri kepada orang lain dengan bernasab kepadanya. Dalam hadits
ini terdapat pengingkaran dan mengkufuri kenikmatan yang telah diberikan
bapaknya kepada dirinya dan ini termasuk dosa besar.
5.
Memutuskan
silaturahmi dan meninggalkannya.
Dari Abu
Hurairah berkata, Rasulullah bersabda:
ليس شيء أطيع الله فيه أعجل ثوابا من صلة الرحم و ليس شيء أعجل عقابا من البغي
و قطيعة
الرحم و اليمين الفاجرة تدع الديار
بلاقع .
"Tidak
ada sesuatu yang Allah ditaati padanya yang lebih cepat pahalanya dari pada
silaturahmi. Dan tidak ada sesuatu yang lebih
cepat hukumannya dari berbuat kedhaliman, memutuskan silaturahmi dan sumpah
palsu menjadikan rumah-rumah tanpa penghuni".[14]
عن جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ قال: قال النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ.
Dari Jubair
bin Muth'im berkata, Rasulullah bersabda, "Tidak akan masuk surga orang
yang memutuskan silaturahmi".[15]
An-Nawawi
berkata, "Hadits ini memiliki dua tafsiran:
Pertama:
Dibawa kepada orang yang menghalalkan memutuskan silaturahmi dengan tanpa sebab
dan tanpa syubhat disertai pengetahuannya akan haramnya memutuskan silaturahmi.
Ini kafir dan kekal dalam neraka tidak akan masuk surga selamanya.
Kedua: Makna
hadits tersebut, tidak akan masuk surga dari awalnya bersama orang-orang yang
terdahulu masuk surga, akan tetapi dia dihukum dengan diakhirkan masuk surga
dengan batas waktu yang dikehendaki Allah(bagi mereka yg hanya memutus
silaturrohmi dengan tetap meyakini hukumnya asal)".[16]
B. Tingkatan
durhaka
Wahai anak yang berbakti –Semoga Allah memberi ilham
kepadamu untuk berbakti dan memberi taufik kepadamu untuk bertakwa-, ketahuilah
bahwa durhaka memiliki tingkatan, sebagiannya lebih jelek dari sebagian yang
lain. Sebagaimana berbakti juga memiliki tingkatan sebagiannya lebih tinggi
dengan sebagian yang lain.
Al-Hulaimi berkata, "Durhaka kepada kedua orang
tua adalah dosa besar yakni pabila dalam kedurhakaan tersebut disertai celaan
atau makian atau pukulan maka ini perbuatan keji. Tetapi jikaa kedurhakaan
tersebut berupa merasa berat melaksanakan perintah keduanya ataupun larangan
keduanya dan bermuka masam di hadapan keduanya dan merasa bosan terhadap
keduanya namun disertai melaksanakan ketaatan dan senantiasa diam, maka ini
termasuk dosa kecil.
Namun apabila apa yang dia lakukan menyebabkan kedua
orang tuanya menahan diri dari memerintahnya sehingga keduanya mendapatkan
kemudharatan, maka ini termasuk dosa besar”.
C. Sebab Anak Durhaka dan Cara Mengatasinya
Ada
beberapa hal yang menyebabkan seseorang durhaka kepada kedua orang tuanya, diantaranya:
1.
Tidak mengetahui keagungan orang tua dan tidak mengetahui hukuman atas
kedurhakaan itu, baik hukuman di dunia maupun di akhirat kelak.
2.
Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian anak atas sebagian lainnya atau dalam
kata lain adanya ketidakadilan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
3.
Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil.
4.
Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong
sahabatnya menentang orang tuanya.
Diriwayatkan dari Abu Hurariroh r.a., dia berkata : “Rasulullah saw
bersabda:
Artinya : “(Akhlak) seseorang itu tergantung pada akhlak sahabat karibnya.
Karena itu, hendaklah salah seorang diantara kalian
memperhatikan siapa yang digauli (nya).” (Musnad Imam Ahmad, Juz 16.
hlm: 226, no Hadits 7685)
Itulah factor-faktor yang menyebabkan anak durhaka kepada orang tuanya.
Namun jika ditelaah lebih lanjut, faktor utamanya adalah kesalahan orangtua
dalam mendidik anak. Kesalahan tersebut bisa berupa kesalahan dalam menerapkan
cara yang digunakan; seperti terlalu banyak aturan atau sikap orangtua yang
terlalu keras dan kasar terhadap anak.
Sikap lemah
lembut dan kasih sayang adalah modal utama dan kunci keberhasilan orangtua
dalam mendidik anak. Inilah cara yang diajarkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW
dalam mendidik umatnya. Allah berfirman:
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Ali Imran: 159).
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Kelembutan
adalah hiasan bagi segala sesuatu.” (HR. Muslim, bab Al-Birru).
Sikap lemah
lembut dalam mendidik anak merupakan faktor yang sangat mendukung keberhasilan
pendidikan anak. Orangtua selayaknya memahami bahwa anaknya bukanlah malaikat
yang tidak pernah berbuat salah, dan bukan pula setan yang tidak memiliki sisi
kebaikan.
Dalam bukunya Nasha`ih li Al-Abaa` Qabla ‘Uquq Al-Abnaa`, Prof.
Sa’ad Karim menjelaskan, ketika seorang anak melakukan kesalahan, tidak
selayaknya orangtua langsung memberikan hukuman yang bert. Yang harus dilakukan
oleh orangtua adalah memberikan nasehat dan petunjuk, menjelaskan kesalahan
sang anak dengan cara yang bijak, sambil memberikan keterangan tentang perilaku
dan sikap yang benar. Setelah itu, memberikan bimbingan dan arahan.
Salah seorang ulama yang merupakan pakar sosiologi, Ibnu Khaldun, pernah
mengingatkan bahaya sikap keras dan kasar dalam pendidikan. Dia menjelaskan
bahwa pendidikan yang didasari oleh sikap kasar dan keras seringkali menghasilkan
manusia-manusia suka berbohong, munafik, dan memiliki kepribadian rapuh.
Mengomentari hal yang sama, Prof. Jamal Al-Kasyif menyatakan, “Seorang anak
yang tumbuh dalam situasi dan kondisi yang keras dan kasar akan mengalami
perkembangan mental tidak sehat. Pengaruh dan dampak buruknya bervariasi, bisa
cepat bisa juga lambat.”
Seorang anak
yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan kepercayaan, cinta, dan saling
pengertian, jarang sekali bersikap khianat atau melanggar janji. Dia akan
menjadikan kepercayaan sebagai sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya. Dia
akan tumbuh menjadi manusia yang mengusung kepercayaan diri, berterus terang
III
Akibat Durhaka Terhadap Orang Tua
Durhaka
kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang luar bisa dalam kehidupan di
dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di akhirat. Akibat itu antara
lain:
1. Hukuman di dunia.
عن أنس قال:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من عال جاريتين حتى تدركا دخلت الجنة
أنا وهو كهاتين
وأشار بإصيعه
السبابة والوسطى و بابان معجلان عقوبتهما في الدنيا : البغي والعقوق
Dari Anas berkata, Rasulullah
bersabda, "Barangsiapa yang menanggung dua anak perempuan sampai dewasa
maka aku dan dia akan masuk surga –dan Rasulullah mengisyaratkan dua jarinya
jari telunjuk dan jari tengah-) dan juga ada dua pintu yang disegerakan
hukumannya di dunia yaitu: kedhaliman dan durhaka".[22]
1)
Menderita saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat sakratul mautnya
pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw. Berikut ini kisahnya:
Kisah
nyata di zaman Nabi saw
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang
kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat tauhid, Lâilâha
illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang
berada di dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul maut: Apakah
pemuda ini masih punya ibu? Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka padanya? Sang ibu menjawab: Ya,
saya tidak berbicara dengannya
selama 6 tahun. Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia! Sang ibu berkata: Saya
ridha padanya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah saw membimbing kembali kalimat tauhid, yaitu Lâilâha
illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh. Rasulullah saw
bertanya pemuda itu: Apa yang kamu lihat tadi? Sang pemuda menjawab: Aku
melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan,
pakaiannya kotor, baunya busuk, ia mendekatiku sehingga membuatku marah
padanya.
Lalu Nabi saw membimbinnya untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ مِنِّى
الْيَسِيْرَ وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ، اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Yang Menerima amal yang
sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan
ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang.” 1)
Sang pemuda kini dapat
mengucapkannya. Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang laki-laki yang berwajah
putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia mendekatiku, dan aku
melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling dariku. Nabi saw
bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun memperhatikannya. Kemudian beliau
bertanya: sekarang apa yang kamu lihat? Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat
lagi orang yang berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan
cahayanya meliputi keadaanku.
2)
Menghalangi doa dan Menggelapi
kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang mempercepat kematian
adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi
kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.”
2. Hukuman di Akhirat
1)
Dimurkai
oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang pertama kali
dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku adalah Allah, tiada
Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua orang tuanya, maka Aku
meri¬dhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya, maka Aku murka
kepadanya.”
2)
Dilaknat oleh Allah swt
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa): “Wahai Ali, Allah
melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang durhaka kepada mereka. Wahai
Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang tuanya karena kedurhakaan anaknya
sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada anaknya karena kedurhakaannya…”
Ya Allah, jangan jadikan daku orang yang menyebabkan kedua orang tuaku
dilaknat oleh-Mu karena kedurhakanku pada mereka. Ya Allah, jadikan daku anak
yang berbakti kepada kedua orang tuaku sehingga Engkau sayangi mereka karena
kebarbaktianku pada mereka.” Duhai saudaraku, di sinilah letak hubungan erat
yang tak terpisahkan antara kita dan kedua orang tua kita. Betapa pentingnya
menanamkan pendidikan akhlak yang mulia pada anak-anak kita, sehingga kita meninggalkan
warisan yang paling berharga yaitu anak-anak yang saleh, yang dapat mengalirkan
kebahagiaan dan kedamaian pada kita bukan hanya di dunia tetapi juga di alam
Barzakh dan akhirat.
3)
Dikeluarkan dari keagungan
Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan durhaka kepada kedua
orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari pengagungan terhadap
Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.”
4)
Amal kebajikannya tidak
diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi Ketinggian-Ku, keagungan-Ku
dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada kedua orang
tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya Aku tidak akan menerimanya.”
5)
Shalatnya
tidak diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang memandang kedua
orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat zalim kepadanya,
maka shalatnya tidak diterima.”
6)
Tidak melihat Rasulullah saw
pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan melihatku pada hari kiamat
kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan orang
yang disebutkan nama¬ku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.”
Na’udzubillâh, semoga kita tidak tergolong kepada mereka yang tidak
diizinkan untuk berjumpa dengan Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), karena
hal ini harapan dan idaman bagi setiap muslimin dan mukminin. Sudah tidak
berjumpa di dunia, tidak berjumpa pula di akhirat. Na’udzubillâh, semoga kita
semua dijauhkan dari akibat ini.
7)
Diancam dimasukkan ke dalam
dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya
murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.”
8)
Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat durhaka kepada kedua orang
tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam jarak perjalanan seribu tahun,
tidak akan tercium oleh orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya,
memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang berzina…”
9)
Menderita saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka
kepada orang tuanya saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang
sahabat Nabi saw. Berikut ini kisahnya:
Kisah nyata di zaman Nabi
saw
Pada suatu hari Rasulullah saw
mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar
membaca kalimat tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah
saw bertanya kepada seorang ibu yang berada di dekat kepala sang pemuda sedang
menghadapi sakratul maut: Apakah pemuda ini masih punya ibu? Sang ibu menjawab:
Ya, saya ibunya, ya Rasulullah. Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka
padanya? Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 tahun. Rasulullah saw
bersabda: Ridhai dia! Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu
padanya.
Kemudian Rasulullah saw
membimbing kembali kalimat tauhid, yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat
mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh. Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa
yang kamu lihat tadi? Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang
berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk, ia
mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.
Lalu Nabi saw membimbinnya
untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو
عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ، اِنَّكَ
أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan
Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku
yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” 1)
Sang pemuda kini dapat
mengucapkannya. Nabi saw bertanya lagi: Sekarang lihatlah, apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: sekarang aku melihat seorang laki-laki yang berwajah
putih, indah wajahnya, harum dan bagus pakaiannya, ia mendekatiku, dan aku
melihat orang yang berwajah hitam itu telah berpaling dariku. Nabi saw
bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun memperhatikannya. Kemudian beliau
bertanya: sekarang apa yang kamu lihat? Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat
lagi orang yang berwajah hitam itu, aku melihat orang yang berwajah putih, dan
cahayanya meliputi keadaanku.
Kisah
Nyata di